DREAMERS.ID - Dibalik gemerlapnya, potret kontras kehidupan masyarakat kelas atas dan bawah di DKI Jakarta terus disorot. Baru-baru ini, ibu kota kembali menjadi perbincangan karena menempati peringkat pertama sebagai perencanaan tata kota paling buruk di dunia.
Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh Media arsitektur Rethinking The Future (RTF). Melansir laman Tempo, menurut RTF sejumlah hal yang berkontribusi atas pencapaian negatif itu antara lain padat penduduk dengan udara dan air yang tercemar.
Kemudian ruang hijau dan ruang terbuka yang tidak memadai, kemacetan lalu lintas yang ekstrem, dan perluasan kota yang tidak terencana. Wagub DKI Ahmad Riza Patria pun angkat bicara soal predikat tersebut, "Kami berbuat sebaik mungkin untuk memastikan Jakarta menjadi kota yang bersih, rapi, indah, keren."
Apa sebenarnya faktor yang memicu Jakarta sebagai kota dengan tata ruang terburuk? Berikut ulasannya dilansir dari Tempo.
1. 191 pohon di Monas Ditebang
Anggota DPRD DKI, Gilbert Simanjuntak, mengatakan bahwa udara bersih menjadi faktor yang dinilai oleh media RTF. Namun, 191 pohon di Monas yang menjadi paru-paru kota telah ditebang.
2. Kawasan Kumuh
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menyatakan memang masih ada kawasan kumuh sehingga Jakarta disebut sebagai kota dengan tata kota terburuk di dunia. Ia mencontohkan kawasan kumuh Tanah Tinggi di Johar Baru, Jakarta Pusat.
Baca juga: Jakarta Sudah Bukan Ibu Kota dan Alami Kekosongan Hukum Terkait Status Ibu Kota?
3. Pelanggaran Tata RuangDirektur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan Nirwono Joga menyebut Jakarta dijuluki kota dengan tata ruang kota terburuk di dunia karena pelanggaran tata ruang.
Nirwono menilai, pembangunan kota Jakarta sangat tergantung pada kebijakan gubenurnya, bukan pada rencana tata ruang yang dibuat oleh Pemprov DKI.
4. Bunuh Diri Ekologis
Masih berdasarkan pendapat Nirwono, pelanggaran tata ruang yang dibiarkan bahkan semakin masif telah mendorong Jakarta menuju bunuh diri ekologis. Contohnya, ancaman Jakarta tenggelam dan banjir tahunan.
Namun ancaman itu tidak ditindak lanjuti bahkan sungai berhenti dibenahi pada masa jabatan Gubernur DKI Anies Baswedan.
“Gubernur DKI sebaiknya fokus pada rencana tata ruang kota yang sudah ada, patuhi dan laksanakan. Jangan memberi contoh melanggar apalagi memutihkan pelanggaran tata ruang," ujarnya.
(rzlth)