DREAMERS.ID - Sebuah pembantaian etnis sadis terkuak di negara tetangga Indonesia, Papua Nugini. Pembantaian yang menewaskan 23 orang termasuk wanita hamil dan anak-anak itu pun menyita perhatian dunia dan kini seorang pejabat lokal mengungkapkan detik-detik kejadian.
Dilansir dari The Guardian via Detik, pembantaian ini terjadi di Desa Karida yang ditinggal 800 orang pada Senin (8/7) pagi waktu setempat. Pejabat tersebut menyebut para korban diserang dengan senjata api dan pisau, beberapanya bahkan dimutilasi.
Pejabat bernama Philip Pimua yang juga adalah pejabat Dinas Kesehatan Karida sedang di lokasi ketika penyerangan terjadi sekitar pukul 06.00 pagi. Para korban dibunuh setelah membuka pintu rumah mereka ketika didatangi para pelaku pembantaian.
"Saya bangun di pagi hari, lalu pergi menyalakan api di dapur saya, pada saat bersamaan saya mendengar suara tembakan, kemudian saya melihat beberapa rumah terbakar, jadi saya tahu musuh-musuh sudah ada di dalam desa," tutur Pimua kepada The Guardian.
"Jadi saya langsung berlari menjauh dan bersembunyi di semak-semak, kemudian, sekitar pukul 09.00 atau 10.00 waktu setempat, saya kembali dan melihat mayat-mayat dimutilasi menjadi beberapa bagian dan rumah-rumah hangus terbakar," imbuhnya.
Dari 23 korban tewas, sebanyak 16 orang tewas dalam pembantaian di desa Karida dan tujuh orang lainnya tewas dibunuh di desa Munima pada Minggu (7/7) lalu. Puima menyebut 16 korban tewas di desa Karida terdiri dari delapan anak-anak yang berusia 1-15 tahun dan delapan wanita yang dua di antaranya sedang hamil.
Pimua mengatakan bahwa dirinya mengenal seluruh korban di desa Karida. "Mereka semua orang-orang saya, saya kenal mereka," tuturnya. "Mereka dipotong-potong menjadi beberapa bagian. Beberapa potongan tubuh susah kami kenali, hanya wajahnya saja yang bisa kami kenali, tapi kaki, tangan..." ucapnya tak kuat melanjutkan.
Mayat-mayat itu pun akhirnya ditutup dengan jarring antinyamuk sebelum dirinya dan beberapa warga desa yang selamat melarikan diri karena khawatir pelaku akan menyerang lagi. Pimua berharap bisa segera menguburkan jasad-jasad itu namun ia menunggu polisi bertindak dan mengawal.
"Ini yang terburuk, sangat buruk, dalam sejarah negara ini juga," sebutnya. "Jika Perdana Menteri menggunakan pasukan khusus dari beberapa negara lainnya dan menemukan orang-orang ini, maka dia akan bisa melakukannya, OK, tapi dengan pasukan keamanan kami, saya pikir tidak bisa,"
(rei)