DREAMERS.ID - Para korban tsunami Banten-Lampung tentu tak hanya membutuhkan bantuan materi seperti makanan dan kebutuhan sehari-hari. Namun juga butuh dukungan psikologi dan empati untuk melanjutkan hidup.
Tapi sayangnya banyak pula yang memanfaatkan bencana alam tersebut demi kepuasan pribadi semata. Karena ternyata banyak masyarakat yang sengaja datang ke lokasi terdampak tsunami untuk berfoto selfie dengan latar pemandangan porak-poranda tersebut.
Mirisnya, fenomena ini sampai diliput oleh media asing ternama, The Guardian saat jurnalisnya Jamie Fullerton melaporkan langsung dari Banten pada Rabu (26/12) kemarin. Salah satu kelompok yang diulas adalah wanita bernama Solihat dan ketiga rekannya melakukan selfie. Solihat mengatakan datang atas nama komunitas perempuan muslim yang menyumbangkan donasi pakaian.
"Foto ini diunggah di Facebook sebagai bukti kalau kami benar-benar di sini dan sudah memberikan bantuannya," aku perempuan 40 tahun tersebut.
"Ketika orang melihat foto-foto kehancuran, mereka menyadari bahwa mereka berada di tempat yang lebih baik. Gambar kehancuran akan mendapatkan lebih banyak 'like'. Mungkin itu bisa mengingatkan orang untuk bersyukur," imbuhnya.
Solihat memang menyadari jika banyak orang yang memandang negatif tindakannya. Namun ia beralasan ingin semua orang bersyukur, terutama untuk mereka yang tidak terkena bencana. Lalu apa tanggapannya saat ditanya apakah pantas mengambil gambar di tengah lokasi bencana?
Baca juga: Update 48 Orang Tewas Akibat Gempa Potensi Tsunami Jeoang, Bagaimana Nasib WNI Di Sana?
"Tergantung pada niat Anda. Jika Anda mengambil selfie untuk pamer, maka jangan lakukan itu. Tetapi jika Anda melakukannya untuk berbagi kesedihan dengan orang lain, tidak apa-apa." Katanya lagi.Ada lagi gadis asal Jawa Tengah, Valentina Anastasia yang mengaku menempuh perjalanan tiga jam dari Jakarta hanya untuk melihat lokasi terdampak tsunami. Ketika ditanya apa tujuannya beberapa kali melakukan selfie, ia dengan lugas menjawab, "Banyak. Untuk media sosial, grup WhatsApp."
Kepala Serikat Petani Lokal, Bahrudin yang turut menjadi korban mengaku tidak terkesan dengan perilaku para pengunjung yang menjadikan lokasi bencana layaknya tempat wisata semacam itu. Ia pun berulang kali mengungkapkan kekecewaan atas apa yang dilakukan pengunjung seperti Solihat dan lainnya.
Sementara dari sisi psikologis, ada baiknya kita memahami jika mereka para korban membutuhkan waktu untuk menghilangkan trauma. Psikolog klinis dari Personal Growth Veronica Adesla mengatakn jika setiap orang pun butuh waktu yang berbeda untuk menyembuhkan rasa trauma akibat bencana dan kehilangan sanak saudara.
"Tergantung pada banyak faktor, antara lain kejadian persisnya yang dialami secara langsung ketika itu, dampak kejadian tersebut terhadap kehidupan personalnya, dan daya resiliensi dirinya (kemampuan beradaptasi)," kata Veronica mengutip Detik.
(rei)