DREAMERS.ID - Sebuah laporan resmi dirilis terkait jumlah orang yang tewas dalam ‘perang keras’ Presiden Rodrigo Duterte melawan Narkoba di negaranya Filipina. Menurut pihak berwenang, ribuan orang tewas dalam program presiden kontroversial tersebut.
Dari laporan tersebut, orang yang tewas meningkat hingga 5.050 jiwa antara Juli 2016 hingga akhir November tahun ini. Sebagian besar nyawa mereka hilang di tangan polisi. Duterte memang telah menjadikan tindakan keras terhadap pengguna dan pengedar narkoba sebagai titip fokus pemerintahannya.
Tapi jumlah korban resmi tersebut berada jauh di bawah perkiraan yang disampaikan oleh kelompok-kelompok pemerhari hak asasi manusia yang bervariasi dari 12.000 sampai 20.000 jiwa. Mereka pun meyakini bahwa banyak penindakan yang dilakukan tanpa dokumen resmi.
Pekan lalu, Chito Gascon, ketua komisi hak asasi manusia Filipina, mengatakan jumlah korban meninggal bisa mencapai 27.000 jiwa, meskipun ia menekankan bahwa menyelidiki kematian itu rumit karena polisi menahan catatan operasi anti-narkoba.
Baca juga: Foto-foto Dahsyatnya Erupsi 'Taal Volcano' yang Abunya Telah Mencapai Ibu Kota Manila
Meski awalnya kebijakan ini dianggap populer, namun ‘perang’ ini dikritik karena banyaknya pembunuhan oleh polisi yang telah diberi kekuatan tidak terkendali untuk menindak isu tersebut. Sementara itu, Komisi Hak Asasi Manusia (CHR) mengatakan jika perang Rodrigo Duterte ini bisa mengarah ke ‘ladang pembantaian’."Kami mempertanyakan kerangka perang terhadap narkoba dan maksud di baliknya," kritik Gwendolyn Pimentel-Gana, komisaris CHR. "Anda tidak bisa membunuh semua orang. Satu nyawa melayang saja sudah terlalu banyak. Jika terus begitu, Filipina akan menjadi ladang pembantaian. Ketika presiden berkuasa, dia mengatakan tindakan keras ini akan berakhir dalam enam bulan. Kemudian, dia mengatakan akan terus berlanjut selama masa jabatannya,"
"Para tersangka harus ditangkap dan ditindak melalui proses hukum, bukan dibunuh," kata Pimentel-Gana. "Itu sebabnya perlu ada perubahan paradigma pada bagian pemerintah dan perlu mengubah perspektifnya tentang perang terhadap narkoba ini.
(rei)