DREAMERS.ID - Di depan kantor Majelis Nasional Korea Selatan pada Kamis pagi, waktu setempat, ada pemandangan tak biasa di mana sejumlah orang berkumpul dan melakukan aksi unjuk rasa. Terlebih, yang menjadi peserta demo adalah anak-anak yang bisa disebut masih tergolong sangat muda.
Karena tuntutan mereka adalah hak pilih dalam pemilu Korsel. Seorang pelajar berusia 15 tahun bernama Kim Yoon Song rela menggunduli kepalanya di tengah terik matahari sebagai bentuk protes meminta hak pilih dalam Pemilu.
Perlu diketahui, usia seseorang boleh menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu Korsel adalah 19 tahun. Di balik tuntutan tersebut, ternyata terdapat pesan miris para anak-anak tersebut yang mendapat tindakan kekerasan baik secara verbal mau pun fisik. Apa hubungannya?
“Aku telah ditampar di wajah dan dijambak berkali-kali di rumah hanya karena menyanggah perkataan orang tua dan mengekspresikan opiniku, hanya karena aku masih ‘remaja’,” kata Kim melansir Korea Herald. “Memiliki hak pilih berarti memiliki hak untuk berbicara. Memiliki arti untuk berhak hidup secara manusiawi,”
Kim nekat melakukan aksi unjuk rasa karena setidaknya dalam setahun, ia kabur dari rumah dan sekolah karena menderita bullying dan kekerasan. Salah satunya, Kim dihukum secara fisik karena gagal menghabiskan susu dalam waktu 50 detik di kelas.
Baca juga: Bunuh Diri Masih Menjadi Penyebab No. 1 Kematian Anak Muda Korea
“Untukku, secara pribadi, topik usia memilih (dalam Pemilu) berhubungan langsung dengan isu kekerasan yang aku alami hampir tiap hari,” lanjutnya lagi.Menganai hal tersebut, Kantor Kepresidenan tengah mengajukan perihal usia melakukan vote dalam Pemilu direndahkan ke umur 18 tahun. Seorang aktivis muda, Kang Min Jin pun mengapresiasi usaha Presiden Moon Jae In untuk hal tersebut, namun menyadari jika konstitusi tak bisa merevisinya semudah itu.
Perhatian lain mengenai usia di Korea Selatan adalah, 18 tahun adalah usia di mana batas seseorang boleh menikah dan bekerja untuk pemerintah di Korea Selatan. Namun anehnya, mereka baru bisa mengikuti Pemilu di usia 19 tahun.
“Fakta bahwa negara ini memperbolehkan anak usia 18 tahun bekerja di Komisi Pemilu Nasional tapi tidak memperbolehkannya menggunakan hak pilih adalah suatu hal yang konyol,” kata Roh Hoe Chan, pimpinan sayap Kiri, Partai Keadilan.
(rei)