DREAMERS.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus menyelidiki kasus megakorupsi penyalahgunanaan dana e-KTP dengan tersangka Ketua DPR Setya Novanto. Untuk mengusut kasus yang merugikan negara hingga mencapai Rp 2,3 triliun ini, KPK pun menggunakan metode khusus yang disebut follow the money atau aliran dana.
“Untuk kasus e-KTP, kami menilai lebih jauh menggunakan pendekatan follow the money, yaitu kita lebih melihat saat ini terkait dengan transaksi keuangan yang diduga terkait dengan kasus e-KTP," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK pada Senin (4/9), mengutip Liputan6.
Febri mengatakan bahwa penyidik akan terus menelusuri aliran dana ke sejumlah pihak terkait kasus megakorupsi ini. Penyidik pun telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, termasuk nama-nama saksi baru dari pihak swasta. "Karena kami telusuri secara terus menerus mana saja aliran dana dari kerugian keuangan negara sekitar Rp 2,3 triliun. Termasuk, juga aset menjadi salah satu perhatian dari penyidik KPK," ujarnya.
Baca juga: Daftar Kasus Pengawal Tahanan KPK Dipecat karena Terima Uang
Dalam perkara ini, dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto sudah divonis masing-masing tujuh dan lima tahun penjara. Keduanya terbukti bersalah melakukan korupsi e-KTP secara bersama-sama. Tersangka ketiga kasus e-KTP, Andi Narogong, diduga sebagai salah satu pemeran utama bancakan proyek senilai Rp 5,9 triliun.Setya Novanto atau Setnov juga ditetapkan sebagai tersangka. Nama Novanto disebut melakukan korupsi e-KTP secara bersama-sama dalam dakwaan dan tuntutan. Namun, dalam vonis Irman dan Sugiharto nama Setnov menghilang.
Selanjutnya, politikus Partai Golkar Markus Nari ditetapkan sebagai tersangka kelima. Selain tersangka korupsi e-KTP, Markus juga menjadi tersangka penghalang proses penyidikan dan persidangan. Markus diduga menyuruh Miryam S Haryani untuk mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) dalam sidang. Alhasil, politikus Hanura tersebut ditetapkan sebagai tersangka pemberi keterangan palsu.
(fzh)