DREAMERS.ID - Beberapa pihak merasa adanya kejanggalan ketika polisi menangani teror penikaman di Masjid Falatehan, Blok M pekan lalu. Kepolisian terpaksa menembak mati pelaku yang menikam dua anggota dengan sangkur.
Seperti yng disampaikan Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Puri Kencana Putri yang menyayangkan sikap tembak mati tersangka yang dinilai bukan cara yang bijak untuk menekan aksi kelompok teror. Karena dengan mematikan pelaku, otomatis memutus rantai teror dan kekerasan.
"Karena dengan mematikan (tersangka), polisi tidak pernah tahu apa motif di balik aksi kekerasan itu. Kalau balas dendam dibalas dengan brutalitas tentu tidak menunjukkan watak Polri yang seharusnya menjunjung agenda penegakan hukum," ujar Puri melansir CNN.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian pun memberikan pernyataan jika situasi saat kejadian penusukan dan pengejaran pelaku penikaman itu sulit. Menurutnya, polisi sulit melepaskan tembakan yang sekedar melumpuhkan saat itu karena pelaku tengah berlari sambil mengacungkan sangkur.
Baca juga: Heboh Ucapan Rasis ke Atlet Iran: Komite Didesak Selidiki, Atlet Korea Minta Maaf
"Kenapa ditembak, Pak? Kalau menyerah enak, tapi ini kejar-kejaran sampai 200 meter sambil mengacungkan sangkur untuk melukai anggota lain. Kami inginnya tembak dilumpuhkan supaya bisa dikorek, tapi dia posisi lagi bergerak. Tidak gampang membela diri sambil menembak yang melumpuhkan," kata Tito di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (4/7).Menurut Tito, langkah tembak mati pada situasi di hari Jumat kemarin sudah tepat. Aturan internasional juga mengizinkan polisi atau aparat penegak hukum untuk menembak mati pihak yang menimbulkan ancaman di tengah masyarakat.
"Pokoknya, prinsip menghentikan ancaman itu supaya tidak jadi ancaman, bila perlu tembak kepalanya," ucap Tito. "Saya pernah tanya di Amerika, apakah ada tembakan peringatan, tidak ada. Sepanjang sudah ancam petugas dan masyarakat dan itu berbahaya yang ditembak bukan kakinya, kami tembak kepalanya, yang penting ancaman itu berhenti,"
(rei)