DREAMERS.ID - Kehadiran jajanan kaki lima di jalan-jalan Kota Seoul, Korea Selatan sudah menjadi daya tarik wisata tersendiri bagi Negeri Ginseng tersebut. Tapi sayangnya, kehadiran pedagang kaki lima tak membuat beberapa pihak merasa senang, misalnya pemilik restoran.
Seperti dilaporkan laman Korea Times, saat ini banyak wisatawan yang perilaku konsumsi makanannya berubah. Khususnya yang terlihat di daerah Myeongdong, salah satu distrik belanja dan tempat wajib dikunjungi di pusat Seoul.
Di sepanjang jalan utama Meyeongdong mulai dari bangunan Noon Square hingga Myeongdong Cathedral serta beberapa sisi jalan sekarang penuh dengan pedangang kaki lima. Barang yang dijual pun beragam namun kebanyakan makanan seperti bungeoppang, jjajangmyeon, ikan kering, sate, sosis, kepiting dan cumi goreng, jus delima, sampai ubi rebus.
Harga yang ditawarkan para pedagang kaki lima tentu lebih murah jika dibandingkan dengan restoran, yaitu kisaran 1.000 sampai 1.500 won atau sekitar 11.000 rupiah sampai 17.000 rupiah saja.
Hal ini tentu membuat pemilik restoran di sekitar resah. Choi Shin-nyeo, salah satu pemilik restoran daging Korea yang sudah berdiri selama enam tahun mengaku sangat terpukul karena kehilangan pelanggan gara-gara pedagang kaki lima.
Baca juga: Sempat Dianggap Mengganggu, Sandiaga Akan Hadirkan PKL Jadi Daya Tarik Asian Games 2018?
Choi dan 400 restoran lainnya yang berada di distrik tersebut meyakini kalau kerugian yang mereka alami disebabkan meningkatnya jumlah pedagang kaki lima. “Misalnya, jika ada empat turis datang ke restoran, mereka membawa makanan dari luar (yang dibeli di PKL) dan hanya memesan untuk dua porsi. Mereka bilang akan makan di sini,” ungkap seorang pelayan restoran.Para pemilik restoran mendesak pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Apalagi restoran harus membayar pajak setiap bulannya sedangkan pedagang kaki lima tidak. “Myeongdong selalu punya orang-orang seperti ini, yang hidup dari warung pinggir jalan,” kata pihak pemerintah setempat, Park Sang-won. “Selain itu, para PKL juga aset penting bagi pariwisata di Myeongdong,” lanjutnya.
Choi menambahkan kalau kehadiran PKL merusak citra Myeongdong. “PKL ini merusak citra Myeongdong, yang telah lama menjadi simbol belanja kelas atas di Seoul. Jalanan jadi kotor, dan bau makanan masuk ke toko-toko.”
(fzh)