DREAMERS.ID - Setiap pendukung pasangan calon presiden-wakil presiden pasti punya strategi masing-masing untuk memenangkan dan ‘meninggikan’ citra sosok yang didukungnya tersebut. Bisa terorganisir, atau pun berjalan secara individu hingga sukarela dari masing-masing personal.
Yang terbaru, ada temuan analisa menarik dari masing-masing kubu paslon Pemilu Presiden 2019, yaitu dari pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga. Temuan tersebut mengindikasikan jika perilaku pendukung Prabowo-Sandiaga adalah para cyber troops.
Cyber troops atau pasukan dunia maya sendiri, melansir Kompas adalah salah satu strategi yang oleh sejumlah pihak dianggap efektif menggiring opini masyarakat untuk menguntungkan ‘sang majikan’. Kelompok ini bisa menimbulkan efek positif mau pun negatif.
Dari analisa big data GDILab (Generasi Digital Indonesia) sepanjang 2018 di media sosial, melansir CNN, diindikasikan kalangan pendukung Prabowo-Sandi bergerak sebagai pasukan siber dengan komando terpusat. Sementara pendukung Jokowi-Ma’ruf lebih banyak bergerak secara individual.
"Dapat diindikasikan perilaku di kluster paslon Prabowo-Sandi terindikasi cyber troops, sementara kluster pendukung paslon Jokowi-Ma'ruf terindikasi dukungan individu," kata Chief Business dan co-founder GDILab Jeffry Dinomo alias Uje, dalam ForuMedsoSehat, di Jakarta, Minggu (16/12).
Baca juga: 'Belanja Aneh' Menhan Prabowo, Ada Dorongan Dari Presiden Jokowi?
Dari analisa pihaknya, pendukung Jokowi-Ma'ruf memiliki 14,7 persen konten orisinal yang berisi program kerja yang sudah dan akan dikerjakan jika terpilih lagi. Misalnya, soal pengoperasian tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi). Selain itu, 69,4 persen konten mereka merupakan retweet konten asli dan 15,9 persen konten mendapatkan balasan berupa komentar.Kedua, koordinasi yang baik dalam isu tertentu. Uje berpendapat konten yang dihasilkan kubu Prabowo-Sandi lebih terkoordinasi dengan baik. Namun secara interaksi, konten pendukung Jokowi dinilai lebih baik.
"Jadi biasanya dari seginya Prabowo itu hanya untuk menggunakan medsos untuk menaikkan salah satu isu kemudian diviralkan. Kalau di timses jokowi kebalikannya, mereka lebih menyampaikan untuk menghasilkan percakapan yang baik," tuturnya. "Kalau sekarang yang terjadi tidak seperti itu. Kebanyakan konten setelah disampaikan langsung disebarkan, bukan dikonfirmasi dulu,"
Terakhir, analisa itu datang dari berbagai akun dengan perilaku mencurigakan atau suspicious behaviour yang lebih besar dari kubu Prabowo-Sandiaga karena cukup banyak partisipan yang berasal dari akun dengan jumlah follower di bawah 50 dengan usia akun di bawah 6 bulan.
"Beberapa di antaranya banyak yang baru lahir di bulan Desember. Ada 3,8 persen akun yang terlibat di kluster Jokowi-Ma'ruf dan terindikasi, sedangkan 4,9 persen akun yang terlibat di kluster Prabowo-Sandi yang terindikasi," lanjutnya. "Secara prosentase, terhadap keterlibatan di masing-masing akun, kluster Prabowo-Sandi prosentase suspicious account lebih besar,"
(rei)