DREAMERS.ID -Peristiwa yang merenggut nyawa Riyanto saat mengamankan Misa Natal di Gereja Eben Haezer, Mojokerto pada tahun 2000 silam masih membekas diingatan. Kala itu bom yang dibawanya meledak dan tubuh anggota Barisan Anshor Serbaguna (Banser) dari Nahdlatul Ulama (NU) itu pun terlempar sejauh lebih dari 100 meter.
Untuk mengenang jasanya, Gerakan Peduli Pejuang Republik Indonesia (GPPRI) pun lantas menobatkan Riyanto sebagai pejuang kemanusiaan. Tak hanya memberikan piagam pejuang kemanusiaan, GPPRI juga memberikan santunan kepada keluarga Riyanto.
Bantuan diberikan oleh Ketua Umum GPP-RI, Martudji, serta Piagam Pejuang Kemanusiaan diberikan oleh Pendiri GPP-RI Aiptu Pudji Hardjanto, dan diterima oleh kedua orang tua Riyanto pada Kamis 22 Desember 2016.
"Iya, kemarin hari Kamis kita ke rumah orangtuanya. Kami memberikan santunan dan piagam pejuang kemanusiaan, ini sebagai rasa peduli kita," tutur Pudji, Sabtu (24/12) mengutip Liputan6.
Pudji mengungkapkan bahwa Riyanto adalah sosok sejati pejuang kemanusiaan yang menjalankan tugasnya dengan baik. Walau harus kehilangan nyawa untuk melindungi umat Kristiani yang tengah beribadat di Malam Natal.
"Ini sebagai contoh nyata kepedulian untuk menjaga keamanan dalam kebhinekaan," lanjut Pudji.
Baca juga: Kabar Baik! Pemerintah Tambah Kapasitas Internet Sampai 20% Jelang Natal-Tahun Baru
Sementara itu, Ketua Umum GPPRI, Martudji mengatakan dalam acara kemarin juga dilakukan doa bersama untuk almarhum Riyanto, dari masing-masing perwakilan agama. Doa secara Kristen dibacakan oleh Romo Alexus."Riyanto memang telah tiada, tetapi yang perlu kita ketahui dan patut dijadikan contoh, Riyanto mati untuk memberi hidup, khususnya kepada umat Kristen, itu seperti Yesus yang berkorban dan mati untuk umatnya," kata Martudji, mengutip Romo Alexus.
"Kami umat Kristen memberikan apresiasi yang sangat luar biasa,” lanjutnya.
Dari kisah yang dihimpun, Riyanto yang kala itu bertugas untuk menjaga Misa Natal mengamankan sebuah bingkisan yang tergeletak di depan pintu masuk gereja. Riyanto lalu membuka bingkisan dalam tas hitam dengan kabel tampak menjulur dan memercikan api. Kemudian ia pun meminta semua orang berlindung dan berusaha membuang bingkisan tersebut jauh dari gereja.
Namun malang tidak dapat ditolak, bom tersebut terlanjur meledak. Riyanto berpulang dengan menyelamatkan nyawa banyak orang. Sisa tubuhnya baru ditemukan tiga jam setelah kejadian di sebelah utara kompleks gereja, sekitar 100 meter dari pusat ledakan. Dengan kondisi tubuh mengenaskan, Riyanto wafat saat itu juga.
(dits/Liputan6)