DREAMERSRADIO.COM - Indonesia dan Cina kembali menindaklanjuti rencana pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Kerjasama ini termasuk pengembangan produksi bersama gerbong kereta api berorientasi ekspor.
"Kami tindaklanjuti kembali, dan dibahas berbagai hal terkait kereta api cepat sehingga kita dapat selesaikan segera kesepakatannya, dan kereta api cepat tersebut dapat segera dibangun," kata Menteri BUMN Rini Soemarno di Beijing seperti dilansir Antara, Jumat (18/9).
Menurut Rini, Cina menyanggupi persyaratan yang ditetapkan Indonesia dalam pembangunan kereta api cepat, yakni bahwa pembangunannya dilakukan murni secara bisnis (b to b) tanpa jaminan atau pendampingan pemerintah, serta tidak menggunakan APBN.
"Mereka bahkan setuju untuk ikut membangun stasiunnya, disertai alih teknologi. Sehingga karena ini dilakukan secara 'b to b', maka harus ada keuntungan yang kita dapat, termasuk alih teknologi," tutur Rini.
Terkait alih teknologi tersebut, Cina sepakat untuk memberikan pelatihan kepada Indonesia. Ini termasuk mengirim ahli mereka ke Indonesia, atau Indonesia mengirimkan tenaga ahli untuk belajar di Cina.
Bahkan, Cina sepakat untuk melakukan produksi bersama gerbong kereta api, tidak saja gerbong kereta api cepat, tetap juga kereta api listrik dan "light train" yang kini sedang dibangun.
"Gerbong kereta hasil produksi bersama RI-China tersebut dapat ekspor ke negara lain, sehingga ini juga pemasukan bagi negara dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru," ungkap Rini menambahkan.
Baca juga: Respon Jokowi Saat Kereta Cepat Disebut Enggak Bakal Balik Modal Sampai Kiamat
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo kembali bicara mengenai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Menurut Jokowi, proyek tersebut tidak dibatalkan, namun hanya menunggu investor yang mampu untuk membiayai. Jokowi tidak akan menggunakan dana APBN dalam pembangunan."Kalau ada yang berinvestasi apapun akan saya berikan, silakan, misalkan kereta cepat, siapa bilang dicancel," kata Presiden Jokowi di Qatar seperti dilansir Antara, Selasa (15/9).
Jokowi menjelaskan, kebutuhan dana untuk pembangunan kereta cepat mencapai Rp 70 triliun hingga Rp 80 triliun. Ini yang membuat pemerintah memilih proyek tersebut ditangani secara bisnis to bisnis.
"Kalau dari APBN Rp 70 - Rp 80 triliun lebih baik buat waduk kalau investor mau silakan tapi berikan hitungan yang benar, misalkan berapa investasinya, dijoin dengan BUMN mau tidak, peralatannya pakai dalam negeri atau bawa dari sana. Tiket bisa naik atau tidak, kalau 'clear' silakan, hitungan harus dijelaskan," kata Presiden.
Pemerintah telah memutuskan terkait pembangunan kereta cepat, ada tiga poin yang ditekankan yaitu tidak menggunakan APBN, tidak menggunakan jaminan negara dan yang ketiga adalah jenis kerjasama bisnis to bisnis.
"Saya menunggu hitung-hitungannya kalau pas silakan jalan, bukan dibatalkan, siapa yang bilang dibatalkan," tegas Presiden.