DREAMERS.ID - Pemerintah Korea Selatan terus mengembangkan teknologi guna mempercepat penyelesaian pandemi corona di negaranya. Dilaporkan oleh Korea Herald, pemerintah telah mulai menjalankan program tes corona singkat dengan teknologi baru yang hanya membutuhkan waktu 10 menit, mulai Kamis (26/03).
Dikembangkan bersama oleh Kementerian Pertanahan, Kementerian Ilmu Pengetahuan dan TIK serta Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDC), pelacak virus ini memungkinkan data pasien COVID-19 yang dikonfirmasi untuk segera dianalisis dan diberikan kepada penyelidik kesehatan.
"Waktu untuk menganalisis survei epidemiologis akan dikurangi menjadi kurang dari 10 menit, mengurangi beban pada ahli epidemiologi dan memungkinkan mereka untuk mengatasi dengan lebih gesit jika terjadi infeksi skala besar," menurut Lee Ik Jin, seorang pejabat di Kementerian Tanah, Infrastruktur dan Transportasi.
Sebelumnya, perlu waktu sekitar 24 jam untuk menunjukkan dengan tepat orang yang terpapar virus, karena kementerian dan badan terkait harus berbagi informasi dengan melakukan panggilan telepon dan mengajukan dokumen resmi untuk meminta data.
Baca juga: Ada Puluhan Artis Korea Dinyatakan Positif COVID-19 Sepanjang 2021
Dengan KCDC mengambil kendali dari sistem pengawasan digital baru, 27 organisasi publik dan swasta termasuk Badan Kepolisian Nasional, Asosiasi Keuangan Kredit, tiga operator seluler dan 22 perusahaan kartu kredit telah bergabung untuk mempercepat pelacakan kontak.Menggunakan data besar, sistem ini juga memungkinkan otoritas kesehatan untuk menerima analisis pada kelompok virus utama untuk mengidentifikasi kemungkinan sumber. Informasi ini khusus untuk KCDC dan ahli epidemiologi di pemerintah kota dan provinsi. Instansi pemerintah lain tidak akan diizinkan untuk mengakses atau menggunakan data, kata pihak berwenang.
Pemerintah pun telah merevisi undang-undang untuk memberikan akses yang lebih besar ke informasi tentang pasien penyakit menular setelah dikritik karena menahan data tentang rumah sakit yang merawat pasien sindrom pernapasan Timur Tengah pada 2015 silam.
(mth)