DREAMERS.ID - Indonesia akan mengadakan pesta demokrasinya yang terbesar pada tanggal 17 April 2019. Masyarakat umum yang telah mempunyai hak pilih dihimbau untuk memenuhi hak pilihnya nanti. Begitu pula dengan orang yang memiliki gangguan jiwa, juga memiliki hak pilih dalam pemilu pilpres maupun pileg.
Meski begitu, tak jarang terjadi kontroversi di masyarakat terkait dengan hak pilih bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Banyak masyarakat yang mendukung, tetapi tidak sedikit pula yang menanggapi secara negatif hal ini dengan melakukan penolakan, merendahkan, hingga menjadikan bahan lelucon.
Hal tersebut semakin membuat jauh upaya untuk menegakkan pemenuhan hak asasi manusia, khususnya bagi penyadang disabilitas seperti ODGJ. Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Eka Viora mengatakan bahwa hak pilih merupakan hak warga Negara (Yuridis) dan hak asasi manusia (filosofis), termasuk difabel fisik maupun mental.
Baca juga: Yang Dinanti, Begini Ucapan Sandiaga Uno Kepada Presiden-Capres Terpilih Jokowi - Ma'ruf
"Memberikan hak pilih pada orang dengan gangguan jiwa merupakan bagian penting dalam upaya mengurangi stigma, mendorong rehabilitasi dan integrasi orang dengan gangguan jiwa agar dapat diterima dan aktif kembali dalam kehidupan bermasyarakat," kata Eka.Eka juga mengungkapkan bahwa pemilu bagi ODGJ telah berlangsung sejak 1995 yang hak pilihnya telah diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 dan diperkuat dengan peraturan KPU. Oleh Karena itu, ia mengimbau agar masyarakat menghormati dan menjamin hak pilih ODGJ.
Lebih lanjut dikutip dari laman CNN Indonesia, PSDKJI menilai gangguan jiwa bukanlah ketidakmampuan. Penetapan kapasitas orang dengan gangguan jiwa untuk menggunakan hak pilihnya tidak didasarkan pada diagnosis maupun gejalanya, melainkan didasarkan pada kapasitasnya untuk memahami tujuan pemilu, alasan berpartisipasi, dan pemilihan calon.
(fnj)