DREAMERS.ID - Tokoh muda Nahdlatul Ulama Nusron Wahid sedang mengupayakan ‘islah’ (perdamaian) antara Ma’ruf Amin dan para pendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang dikenal dengan Ahokers. Lewat islah ini Nusron ingin mengupayakan agar Ahoker dapat mendukung Ma’ruf yang maju sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2019.
Ia berencana untuk mempertemukan Ahoker dengan Ma’ruf dikarenakan masa lalu kedua pihak memiliki hubungan yang tidak terlalu menggembirakan. Karena pada tahun 2016, Ma’ruf pernah menjadi saksi pemberat bagi Ahok ketika siding penistaan agama.
Ma’ruf sebenarnya sudah menegaskan bahwa ia tidak memiliki masalah dengan pihak mana pun termasuk Ahoker. Namun, salah satu pengamat politik Rico Marbun meyakini bahwa masih banyak dari Ahoker yang memendam luka terkait kasus penistaan agama yang menjerat Ahok.
Oleh karena itu, Rico yang juga pemilik Media Survei Nasional (Median) menilai upaya Nusron untuk mempertemukan Ma’ruf dan Ahoker merupakan hal positif dan dapat menguntungkan bagi Ma’ruf.
Menurut Rico, Jokowi-Ma’ruf memiliki kewajiban untuk memaksimalkan semua potensi suara di Pilpres 2019. Selain itu, Rico pun meyakini bahwa Ahok masih memiliki basis massa pendukung yang berguna untuk mendongkrak suara pasangan nomor urut 1 tersebut.
Keyakinan Rico itu berdasarkan data sejumlah lembaga survei yang masih memunculkan nama Ahok dalam daftar cawapres maupun capres beberapa bulan lalu.
“Sebelum pendaftaran nama Ahok masih muncul sebagai capres atau cawapres. Padahal saat itu beliau masih di dalam penjara. Artinya beliau punya masa riil,” kata Rico dikutip dari CNNIndonesia.com pada Selasa (25/9).
Pada awal 2018, nama Ahok memang masih masuk dalam daftar capres dan cawapres pilihan responden. Survei yang dirilis Populi Center per tanggal 28 Februari 2018 menyebutkan bahwa Ahok mendapatkan suara sekitar 2 persen untuk menjadi calon wakil presiden. Namanya mengalahkan Susi Pudjiastuti dan Hary Tanoesoedibjo.
Sementara Survei Indo Barometer yang dirilis per tanggal 15 Februari 2018 menempatkan Ahok sebagai salah satu calon presiden dengan suara 2,9 persen atau hanya kalah dari Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Rico juga mengatakan bahwa pendukung Ahok harus dirangkul oleh Jokowi-Ma’ruf, berapa pun angkanya baik besar maupun kecil.
Baca juga: Wacana Premium Dihapus Namun Sulit Karena Mafia Migas, Ahok Setuju!
Langkah tersebut juga berpotensi menekan angka golput di Pilpres mendatang. Namun Rico mengingatkan agar Ma’ruf menemui Ahok terlebih dahulu sebelum menemui para pendukungnya.Kata Rico, pertemuan dengan Ahok penting untuk menuntaskan masalah yang mungkin masih mengganjal. Dengan bertemu dengan Ahok terlebih dahulu, Rico menilai langkah Ma’ruf bertemu dengan pendukung Ahok akan lebih mulus.
“Jangan lah mau dengan pemilih Ahok, tapi enggak mau dengan Ahoknya,” kata Rico.
Selain itu, Direktur Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengingatkan mengenai risiko politik yang mungkin akan dihadapi oleh Ma’ruf seandainya bertemu dengan Ahok. Menurut dia, pertemuan tersebut bisa menimbulkan pesan negative terhadap Ma’ruf.
“Secara politik bisa sebagai kampanye negatif pihak lawan. Bisa dianggap Ma’ruf berubah, tidak komitmen kepada keulamaannya tapi berpihak ke penista agama,” kata Djayadi.
Terlepas dari itu, Djayadi mengatakan pendukung Ahok masih diperlukan karena Jokowi-Ma’ruf harus meraih suara lebih besar dari pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
“Dalam Pilpres tidak boleh mengabaikan sedikit apapun jumlah pemilih,” kata dia.
Djayadi juga menyebutkan bahwa basis massa Ahok adalah nonmuslim dan muslim pluralis. Berdasarkan data, Djayadi mengklaim ada sekitar 10% demografi Indonesia yang berlatarbelakang nonmuslim dan muslim pluralis.
(shy)